Eko dengan cekatan memandikan kudanya. Membasahi badan Sinar Mas perlahan-lahan. Sesekali ia mengusap kepala dan menatap matanya dengan tatapan yang tenang. Sinar Mas tak banyak bergerak hingga Eko dengan mudah membersihkan tubuh kuda berwarna cokelat itu.
Menurut Hendra, ayah angkat Eko, Sinar Mas adalah kuda potensial setahun dua tahun ke depan. Ia memiliki tanda-tanda sebagai kuda pacu terbaik. Beberapa di antaranya adalah daging pahanya yang lunak. Ia juga memiliki pusar kuda tepat di tengah leher yang hanya dimiliki oleh kuda-kuda pacu terbaik. Bagi pecinta daging kuda, raja ono juga adalah tanda potong bila hendak disembelih. Sinar Mas juga memiliki unyang jaran atau mahkota kuda yang menandakannya keras hati. Ada pula timbang mas atau ‘sayap kuda’ sebagai tanda keseimbangan kuda sewaktu berlari. Sinar Mas juga memiliki ‘pusar mulut’ yang menandakan kuda ini ‘baik hati’ dan dalam berpacu kemungkinan menabrak pagar nyaris tidak akan terjadi.
Sebelumnya, antara 2005 – 2010, Eko menunggangi ‘Jauh di Mata’. Kuda peliharaan Hendra yang cekatan ini selalu meraih juara di setiap kelas yang dilewatinya. Dengan Jauh di Mata inilah, Eko menjuarai banyak lomba main jaran dan memperoleh banyak uang dan hadiah. Pada saat ia menjuarai sebuah turnamen dan memperoleh hadiah seekor kambing, keluarga Hendra bisa melaksanakan hajatan saat tiba waktunya Eko, sebagai Muslim, disunat. Bukan itu saja, dengan uang yang diperolehnya, Eko tidak hanya mampu memenuhi sendiri kebutuhan sehari-harinya, namun juga membantu mengurangi beban ekonomi keluarga. Ia dapat membeli lemari pakaian untuk adik-adiknya, membeli meja belajar, dan banyak keperluan sekolah setiap tahunnya.
Tentu saja Eko amat menikmati profesinya sejak dini. Ia begitu mencintai kuda. Ia hidup dalam lingkungan di mana kuda adalah bagian dari struktur kebudayaan di kampungnya. Kakek dari kakeknya sejak dulu adalah seorang Sandro jaran. Kawan-kawan kecilnya adalah juki dan orang-orang dewasa menikmati menonton main jaran dengan ataupun tanpa judi. Kini, sejak lima tahun berprofesi sebagai juki cilik, ia tak lagi mengikuti turnamen bergengsi di Sumbawa. Ia hanya datang pada saat sesi latihan di mana banyak pemilik kuda menggunakan jasanya untuk menunggangi kuda mereka. Bilapun turnamen tiba, pemilik kuda Jauh di Mata masih menggunakan dirinya untuk berpacu dalam sesi awal yang belum menggunakan sistem gugur. Usianya sudah mendekati tahun keduabelas dan ia akan terus tumbuh. Dalam keadaan demikian, kuda-kuda Sumbawa yang lebih kecil dibandingkan dengan kuda Sumba—yang postur tubuhnya tinggi dan besar—tentu tak akan mampu menahan beban juki dalam setiap putaran. Lagi pula, telah hadir juki-juki baru yang juga cekatan dan lebih ringan berat tubuhnya.
Menenangkan kuda (foto Idealita Ismanto)
Continue reading →